Catatan Dari Dapur di Hari Pendidikan Nasional dan Hari Buruh Internasional

𝗖𝗮𝘁𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗗𝗮𝗽𝘂𝗿; 𝗱𝗶 𝗛𝗮𝗿𝗶 𝗣𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗡𝗮𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹 𝗱𝗮𝗻 𝗛𝗮𝗿𝗶 𝗕𝘂𝗿𝘂𝗵 𝗜𝗻𝘁𝗲𝗿𝗻𝗮𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹

Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi.

Saya menulis ini dari dapur yang ramai oleh aroma bumbu dan suara panci besar yang beradu, saya berdiri, kecil di antara tumpukan perabotan masak raksasa. Tangan saya, yang barangkali tidak lebih besar dari telapak seorang anak SMA, sibuk membersihkan sisa-sisa perjuangan para ibu lain yang bergotong-royong pagi ini untuk hajatan sekolah.

Hari ini 2 Mei. Bukan hanya Hari Pendidikan, tapi juga gema dari Hari Buruh yang baru saja lewat. Saya berpikir tentang kata “buruh.” Kata yang sering kali dirayakan dalam arak-arakan dan orasi, tapi terlupakan dalam dapur, ruang kelas, dan kolong rumah. Saya seorang guru, tetapi dalam banyak hal, saya pun buruh; buruh pikiran, waktu, dan emosi. Kami membentuk generasi tanpa cukup pengakuan. Di NTT, banyak guru adalah perempuan. Dan banyak perempuan adalah buruh, bukan hanya dalam pengertian industri, tapi juga dalam kerja-kerja domestik, sosial, dan kultural yang nyaris tak pernah dihitung sebagai produktif.


Di bawah matahari Kota Karang yang mulai terik, saya teringat Marsinah, perempuan buruh pabrik yang dibungkam karena bersuara. Saya teringat Tan Malaka, yang percaya pendidikan adalah senjata revolusi. Saya ingat Karl Marx, yang menyebut kerja sebagai penentu kemanusiaan. Dan saya teringat Pramoedya, yang menulis dengan luka dan cinta untuk bangsa. Tapi saya juga memikirkan 𝑰𝒏𝒂-𝒊𝒏𝒂 di kampung saya, mereka yang menenun dengan sabar, menyulam sejarah dan identitas dalam setiap hela benang. Tak ada panggung bagi mereka. Tak ada mikrofon atau orasi. Tapi mereka menyambung hidup, satu simpul demi simpul, dari warisan dan kasih.


Di sela-sela tangan bau sabun cuci dan kaki yang mulai pegal, saya teringat 𝒎𝒂𝒎𝒂-𝒎𝒂𝒎𝒂 di NTT yang menyulam sejarah dengan tangan, bukan pena. Yang bangun sebelum matahari terbit untuk ke ladang, memikul hasil bumi, dan menjualnya di pasar tradisional yang kini mulai kehilangan napas oleh hadirnya minimarket dengan cahaya terang dan acuh tak acuh. Mereka bukan sekadar penjual singkong, tomat, dan daun kelor. Mereka adalah penjaga kehidupan, penyambung pangan, dan pilar ekonomi rumah tangga.

Kini lorong-lorong kota makin sesak oleh mal dan minimarket, namun semakin sunyi dari suara tawar-menawar yang akrab. Pasar rakyat yang dulu menjadi ruang pertemuan, kini tergeser menjadi kenangan. Di sinilah perempuan-perempuan NTT mempertahankan ruang hidupnya, meski tak ada perlindungan, tak ada subsidi, dan sering kali tak ada pengakuan.

Pendidikan, dalam pengertian kami, bukan semata ijazah dan papan tulis. Ia adalah keberanian Ina untuk mengajarkan nilai hidup lewat tenun yang diwariskan. Ia adalah keuletan perempuan desa yang mengajari anak-anak menghitung dari uang hasil jual hasil tani. Semua itu adalah bentuk dari kerja. Dan semua kerja yang menopang hidup adalah kerja yang layak dimuliakan.

Marsinah sudah tiada, tapi wajahnya menjelma dalam setiap perempuan yang masih berani bersuara. Tan Malaka sudah dikubur, tapi ide pendidikannya hidup dalam ruang-ruang kecil di desa-desa. Pramoedya tidak lagi menulis, tapi kalimatnya membekas di tubuh-tubuh lelah yang tetap bekerja. Dan Karl Marx, mungkin akan tercengang melihat betapa perempuan-perempuan di timur ini telah lama menjadi proletar yang nyaris tak tercatat.

Saya menulis ini, bukan dari menara gading. Tapi dari dapur, dari aroma rempah khas Indonesia, dari suara gemericik air cucian piring dan suara ibu-ibu lain yang bercengkrama dalam tawa. Saya menulis ini untuk semua perempuan, yang bekerja di dapur, di ladang, di pasar, dan di kelas. Karena revolusi kadang tidak muncul dari teriak. Ia tumbuh perlahan, dari tungku yang menyala, dari serat benang yang diikat sabar, dan dari tangan kecil yang tak berhenti bekerja. (2/5/25).


.N.🌹

(Pinggiran Kota Karang, 2025)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembekalan MPLS SMA Katolik Giovanni Kupang: Langkah Awal Menuju Generasi Unggul Berkarakter NTT

SMAK Giovanni Kupang Sambut Tahun Ajaran Baru 2025/2026 dengan Semangat Cinta, Pelayanan, dan Ketaatan ‎ ‎

Hari Pertama MPLS Ramah SMAK Giovanni Kupang Berlangsung Meriah dan Inspiratif ‎